Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa pria yang telah menikah memiliki risiko obesitas hingga tiga kali lebih besar dibandingkan pria lajang. Sementara itu, pada perempuan, pernikahan tidak menunjukkan peningkatan signifikan terhadap risiko obesitas.
Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari National Institute of Cardiology di Warsawa, Polandia, dengan menganalisis data kesehatan dari 2.405 partisipan yang memiliki rata-rata usia 50 tahun. Studi ini mencakup berbagai faktor, termasuk status pernikahan, kesehatan mental, usia, serta gaya hidup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria menikah 3,2 kali lebih berisiko mengalami obesitas dibandingkan pria lajang. Selain itu, kemungkinan pria menikah mengalami kelebihan berat badan meningkat hingga 62%. Sebaliknya, pada perempuan, meskipun risiko kelebihan berat badan naik sebesar 39%, tidak ditemukan peningkatan signifikan dalam risiko obesitas.
Temuan ini memperkuat hasil studi sebelumnya di China pada 2024, yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (BMI) pria cenderung meningkat dalam lima tahun pertama setelah menikah. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi kalori dan penurunan aktivitas fisik.
Faktor Usia dan Pengaruh Lainnya
Para peneliti juga menemukan bahwa faktor usia berkontribusi pada peningkatan berat badan. Setiap pertambahan usia satu tahun meningkatkan risiko kelebihan berat badan sebesar 3% pada pria dan 4% pada perempuan. Risiko obesitas juga meningkat sebesar 4% pada pria dan 6% pada perempuan seiring bertambahnya usia.
Pada perempuan, terdapat faktor lain yang mempengaruhi risiko obesitas, seperti kondisi depresi yang dapat menggandakan risiko, rendahnya literasi kesehatan yang meningkatkan risiko sebesar 43%, serta tinggal di komunitas kecil yang membuat perempuan lebih rentan terhadap obesitas. Namun, faktor-faktor ini tidak menunjukkan dampak signifikan pada pria.
Pernikahan dan Pola Hidup
Direktur Obesity Health Alliance, Katharine Jenner, menegaskan bahwa kelebihan berat badan bukan hanya persoalan pilihan individu. Menurutnya, berat badan seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial, psikologis, dan lingkungan yang kompleks.
“Studi ini menunjukkan bagaimana kebiasaan dan ekspektasi sosial, seperti pernikahan, dapat mempengaruhi kesehatan, terutama pada pria,” ujar Jenner.
Sementara itu, dosen ekonomi bisnis dari University of Bath, Joanna Syrda, menyatakan bahwa hasil studi ini sejalan dengan penelitiannya pada 2017. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa BMI pria meningkat setelah menikah dan cenderung menurun menjelang atau setelah perceraian.
“Pria lajang umumnya lebih menjaga kebugaran untuk menarik pasangan. Sementara itu, pria dalam hubungan pernikahan cenderung memiliki pola makan yang lebih teratur dan kaya kalori karena adanya kewajiban sosial,” jelas Syrda.
Implikasi dan Pendekatan Khusus
Jim Pollard, konsultan dari Men’s Health Forum, mengingatkan agar temuan ini tidak diartikan secara berlebihan. Menurutnya, kenaikan berat badan pada pria menikah tidak hanya disebabkan oleh pernikahan, tetapi juga gaya hidup yang sibuk, stres pekerjaan, serta pola makan yang kurang sehat.
“Pria lebih rentan mengalami kematian dini akibat penyakit jantung dan kanker, di mana obesitas menjadi salah satu faktor utama. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus dalam menangani obesitas pada pria dan perempuan,” tegas Pollard.
Dengan adanya temuan ini, penting bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan pola hidup sehat, baik sebelum maupun setelah menikah, guna menjaga keseimbangan berat badan dan kesehatan secara keseluruhan.