Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengumumkan rencana untuk mewajibkan tes kesehatan mental bagi para dokter dan tenaga medis di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kasus pelanggaran etik dan perilaku menyimpang yang melibatkan tenaga kesehatan, termasuk kasus pencabulan oleh oknum dokter.
Menkes Budi menekankan pentingnya deteksi dini terhadap gangguan kesehatan mental di kalangan tenaga medis. Menurut data Kementerian Kesehatan, sekitar 30 persen dari 280 juta penduduk Indonesia diperkirakan mengalami gangguan kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan skizofrenia. Kondisi ini juga ditemukan di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), di mana sekitar 22,4 persen peserta menunjukkan gejala depresi berat.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan program skrining kesehatan mental gratis yang mulai berlaku pada Februari 2025. Program ini mencakup seluruh masyarakat Indonesia dan difasilitasi oleh 10.000 puskesmas serta 15.000 klinik di seluruh negeri. Tujuannya adalah untuk mendeteksi dan menangani masalah kesehatan mental sejak dini, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Menkes Budi juga menyoroti pentingnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) dalam pelayanan kesehatan untuk mencegah pelanggaran etik. Dalam SOP tersebut, pasien berhak ditemani saat pemeriksaan, terutama jika dokter dan pasien berbeda jenis kelamin. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak pasien dan mencegah tindakan asusila.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan memastikan bahwa tenaga medis di Indonesia tidak hanya kompeten secara profesional, tetapi juga sehat secara mental dan etis dalam menjalankan tugasnya.