Guru Besar IPB Dorong Pembentukan Undang-undang AI, Ini Alasannya

Prof. Dr. Yeni Herdiyeni, Guru Besar Ilmu Kecerdasan Buatan IPB University, menekankan bahwa Indonesia sangat membutuhkan Undang‑Undang tentang Kecerdasan Buatan (AI). “AI adalah teknologi yang memiliki dua sisi: mendatangkan manfaat besar sekaligus potensial menyalahgunakan. Oleh sebab itu, regulasi yang jelas menjadi sangat penting,” ujarnya.

Menurut Prof. Yeni, tanpa regulasi, Indonesia hanya akan menjadi konsumen AI global, tidak mengontrol, mengembangkan, atau menjaga kedaulatan teknologi dalam negeri. Sebaliknya, regulasi bisa menjadi pijakan kuat agar Indonesia lebih mandiri dan inovatif.

Di ranah pendidikan, AI akan menjadi mata pelajaran pilihan sejak tahun ajaran 2025–2026 pada jenjang SD hingga SMK. Meski demikian, menurut Prof. Yeni, pengajaran AI harus menyeimbangkan antara penggunaan teknologi dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa.

Di samping sektor pendidikan, kebijakan tanpa payung hukum tentang AI juga berpotensi melemahkan perlindungan data pribadi—seperti data pengguna yang dikumpulkan tanpa izin dan digunakan untuk melatih sistem AI. UU ITE dinilai belum mencakup hal ini secara menyeluruh.

Untuk menanggulangi hal tersebut, IPB University tengah menyusun panduan etika dan tata kelola penggunaan AI di lingkup akademik dan riset. Prof. Yeni menyarankan agar pemerintah melibatkan perguruan tinggi dalam penyusunan UU AI, terutama berkaitan privasi, etika, dan dampak sosial. Perguruan tinggi, katanya, dapat menyuplai literasi, riset, serta edukasi publik yang berbasis bukti.

Prof. Yeni juga menyoroti potensi penyalahgunaan AI dalam membelokkan opini publik, misalnya lewat chatbot yang berpura-pura menjadi manusia nyata saat masa politik sensitif. Regulasi mutlak diperlukan agar teknologi tidak merusak demokrasi dan proses informasi masyarakat.