Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama yang memungkinkan warga untuk memeluk kepercayaan di luar enam agama resmi yang telah diakui di Indonesia.
“Terkait dengan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, khususnya mereka yang menganut kepercayaan di luar agama resmi, kami ingin ke depan ada Undang-Undang Kebebasan Umat Beragama. Ini adalah sikap resmi dari kementerian,” ujar Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta.
Ia menekankan bahwa diperlukan payung hukum yang mengatur kebebasan umat beragama, bukan sekadar perlindungan terhadap umat beragama.
“Jika yang diatur adalah Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama, maka seolah-olah negara mengakui adanya penindasan atau diskriminasi yang terjadi. Padahal, negara tidak boleh membenarkan atau menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” tegasnya.
Pigai menambahkan bahwa Undang-Undang Kebebasan Umat Beragama dapat memberikan kebebasan bagi setiap warga negara dalam memilih keyakinannya tanpa batasan dari negara. Ia pun membuka ruang diskusi bagi berbagai pihak untuk menanggapi usulannya.
“Ini adalah negara demokrasi. Silakan jika ada yang ingin memprotes, dan tidak masalah jika ada yang mendukung. Sebagian mungkin ingin Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama, sebagian lagi mungkin mendukung Undang-Undang Kebebasan Umat Beragama. Semua dapat didiskusikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pigai menegaskan bahwa usulan ini masih berupa gagasan awal yang ia lemparkan ke publik untuk diperbincangkan lebih lanjut. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk membawa usulan ini ke tahap pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Ini baru sekadar ide yang kami sampaikan ke masyarakat. Silakan jika ingin diwacanakan lebih jauh,” pungkasnya.