Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan agar seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) tidak memberikan gelar profesor kehormatan. Haedar menilai bahwa pemberian gelar tersebut sebaiknya tidak diikuti oleh PTMA, karena gelar profesor seharusnya melekat pada profesi dan institusinya sebagai jabatan akademik. Ia khawatir pemberian gelar kehormatan dapat mengurangi marwah institusi.
Langkah ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengatur pemberian gelar profesor kehormatan. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 menetapkan bahwa jumlah profesor kehormatan dibatasi, yaitu hanya satu profesor untuk setiap rumpun ilmu di setiap perguruan tinggi. Selain itu, perguruan tinggi yang mengusulkan pengangkatan profesor kehormatan harus memenuhi syarat tertentu, seperti memiliki program studi doktor dengan akreditasi A atau unggul sesuai bidang keahlian calon profesor kehormatan.
Dengan demikian, kebijakan Muhammadiyah dan regulasi pemerintah sejalan dalam menjaga integritas dan marwah institusi pendidikan tinggi di Indonesia terkait pemberian gelar akademik kehormatan.