Kendala Perizinan dan Lahan, Proyek Bendungan Kusan Alami Penundaan

Facebook
Twitter
WhatsApp

Peletakan batu pertama Bendungan Kusan di Kecamatan Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang semula dijadwalkan pada Januari 2025, hingga kini belum terealisasi. Sejumlah kendala, terutama terkait perizinan dan tumpang tindih lahan, menjadi faktor utama yang menghambat pelaksanaan proyek strategis ini.

Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu sebelumnya telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Guang Yin New Energy Indonesia untuk berinvestasi dalam pembangunan bendungan dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kusan. Kesepakatan ini ditandatangani di Kantor Bupati Tanah Bumbu pada 23 Juli 2024, dengan nilai investasi mencapai Rp2,7 triliun.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tanah Bumbu, Andrianto Wicaksono, menegaskan bahwa proyek ini tidak dibatalkan, melainkan masih dalam tahap penyelesaian administrasi dan teknis. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah belum selesainya pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB) oleh investor hingga Desember 2024. Untuk mempercepat proses ini, Pemkab Tanah Bumbu telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Selain itu, proyek ini juga melibatkan beberapa kementerian terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Saat ini, pemerintah daerah masih melakukan pengukuran lahan karena sebagian wilayah yang akan dibendung berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

“Proses pengukuran sedang berlangsung, setelah itu akan ada mekanisme ganti rugi sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ujar Andrianto.

Pemanfaatan kawasan hutan untuk pembangunan bendungan ini telah mendapat izin dari KLHK melalui Keputusan Menteri LHK Nomor 469 Tahun 2024. Berdasarkan keputusan tersebut, Pemkab Tanah Bumbu diperbolehkan memanfaatkan ±2.014,24 hektare kawasan hutan untuk keperluan proyek, dengan syarat melakukan pembayaran ganti rugi kepada PT Inni Joa, pemegang izin pemanfaatan hutan di area terdampak. Jika kesepakatan nilai ganti rugi tidak tercapai, maka penetapan nilai akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, dan pembayaran harus diselesaikan dalam waktu satu tahun setelah nilai ditetapkan.

Selain perizinan, proyek ini juga menghadapi kendala tumpang tindih lahan dengan PT Pelsart Tambang Kencana, perusahaan tambang emas yang memiliki rencana operasional di kawasan bendungan. Pemkab telah mengajukan permintaan kepada KLHK untuk meninjau kembali Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di lokasi tersebut.

“Jika eksplorasi tambang tetap berjalan dan mengakibatkan perubahan struktur tanah akibat pengeboran atau penggalian, maka kekuatan bendungan bisa terdampak. Ini yang sedang kami kaji lebih lanjut,” ungkap Andrianto.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan turut mendukung pembangunan Bendungan Kusan karena dinilai memiliki manfaat strategis bagi daerah. Selain sebagai sumber irigasi dan pembangkit listrik, bendungan ini juga diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi potensi banjir di wilayah sekitar. Pemprov menegaskan bahwa tidak boleh ada aktivitas lain di atas lahan yang telah ditetapkan untuk pembangunan bendungan. Namun, karena izin tambang emas ditentukan di tingkat kementerian, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan sepihak.

“Kami sudah menyampaikan keberatan kepada kementerian terkait. Harapan kami, proyek ini dapat segera berjalan sesuai rencana, mengingat dampak positifnya yang sangat besar bagi masyarakat dan pembangunan daerah,” pungkas Andrianto.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Pemkab Tanah Bumbu tetap optimistis proyek Bendungan Kusan dapat direalisasikan. Pemerintah daerah terus berupaya mencari solusi terbaik agar pembangunan bisa segera dimulai, memberikan manfaat bagi masyarakat, dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

Artikel Pilihan